top of page

PENTAKOSTA


Dalam Perjanjian Lama dikenal ada 7 Hari Raya yang dirayakan oleh orang Israel (disamping hari raya lainnya yang yang tidak ditulis dalam Alkitab). Tujuh Hari Raya yang disebut oleh Perjanjian Lama itu ialah : Hari Raya Roti Tak Beragi (khaq hammatstsot), Hari Raya Tujuh Minggu (khaq syavu’ot), Hari Raya Pondok Daun (khaq hassukkot), Hari Sabat, Hari Peniupan Serunai, Hari Pendamaian, dan Hari Raya Purim.


Hari Raya Tujuh Minggu, (disebut demikian karena dihitung tujuh minggu atau hari ke 50 sejak Paskah) juga disebut Hari Raya Menuai, atau juga hari Raya Bungaran (buah sulung).karena pada Hari Raya itu orang Israel telah selesai menuai selama tujuh minggu panen mereka dan mereka membawa hasil pertama (buah sulung) panen mereka untuk dipersembahkan. Pada kesempatan itu mereka berziarah ke Yerusalem, dan hari itu sebenarnya adalah upacara yang memuncaki rangkaian Hari Raya Paskah. Dalam perayaan itu mereka juga mengenang akan terselenggaranya Perjanjian Israel dengan Allah di Gunung Sinai pada jaman Musa dan pemberian Hukum-hukum Tuhan di Sinai yang menjadikan mereka umat Tuhan.


Gereja memperingati dan merayakan Hari Raya Pentakosta, yang memang juga merupakan hari ke lima puluh dihitung sejak Paskah atau kebangkitan Tuhan Yesus ( pentakosta berarti hari ke 50 ). Kalau pada Pentakosta Perjanjian Lama ada perjanjian dan pemberian Hukum di Sinai, maka dalam Pentakosta Perjanjian Baru ada pencurahan Roh Kudus, sehingga murid-murid sungguh memahami apa kehendak Allah. Hukum-hukum Perjanjian Lama yang ditulis dalam loh batu itu kini ditulis dalam hati manusia yang percaya. Kalau dalam Pentakosta Perjanjian Lama ada buah sulung atau panen pertama yang dipersembahkan, maka dalam Pentakosta Perjanjian Baru, buah sulung itu adalah murid-murid pertama yang percaya kepada Tuhan Yesus yang menjadi cikal bakal gereja purba di Yerusalem.


Bagaimana dengan Pentakosta kita? Buah sulung yang mana yang kita persembahkan? Atau panen kita tertunda dan buah yang kita persembahkan bukan hasil pertama dan yang terbaik? Atau bukankah kita adalah buah-buah itu sendiri yang menjadi percaya dan menjadi umatNya karena pencurahan Roh Kudus? Atau memang kita tidak menanam apa-apa, sehingga tidak panen atau ngundhuh, dan tidak ada kelimpahan sebagaimana digambarkan dalam peristiwa Pentakosta.


Ketika umat Israel mempersembahkan hasil terbaik dari panennya, mereka mendasarkan diri pada pengakuan bahwa Allahlah Sang Pemilik bumi dan Pemberi berkat kehidupan. Hidup dan kerja mereka diletakkan di atas keyakinan itu sehingga mereka dengan semangat dan sukacita menjalaninya tanpa banyak kekuatiran tetapi dengan keyakinan dan syukur. Kita?.....

Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page