top of page

PUASA DALAM MASA PRAPASKA-PASKA[1]


Kata puasa berasal dari 2 kata Sansekerta, upa dan wasa. Upa berarti melekat. Wasa berarti ‘Yang Maha Kuasa’. Sehingga kata puasa memiliki makna; melekat pada Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, arti kata puasa tidak sedangkal ‘tidak makan dan tidak minum’. Puasa memiliki arti lebih dalam dari itu. Sebab puasa adalah salah satu sarana olah batin. Di mana umat beriman diajak untuk tenggelam dan memfokuskan diri secara khusus untuk hidup melekat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam perenungan yang mendalam tentang Allah dan hidupnya, dalam doa, pembacaan Alkitab dan renungan. Baik pribadi maupun secara koletif atau bersama-sama.


Sekalipun puasa bagi orang Kristen bersifat sukarela dan sangat personal, namun panitia dimungkinkan untuk mengusulkan puasa yang dilakukan secara kolektif. Puasa yang dilakukan secara bersama-sama (sekalipun bukan sebuah kewajiban), memiliki beberapa manfaat, diantaranya :

- Merekatkan ikatan persekutuan atau kebersamaan, menumbuhkan rasa senasib sepenanggungan.

- Melatih kepekaan terhadap orang lain dan mendengar suara Tuhan melalui peristiwa hidup sehari-hari.

- Melatih pengendalian diri, baik mengendalikan perkataan, pikiran dan perbuatan.

- Dapat saling memberi kekuatan untuk melawan godaan, kebiasaan buruk, kecanduan, dan sifat-sifat buruk lainnya.

Dalam Masa Raya Paska, puasa dilakukan pada hari Senin – Sabtu. Pada hari Minggu, umat Kristen tidak berpuasa, karena hari Minggu adalah hari Tuhan, perayaan akan kemenangan Kristus.[3]

[1] Diambil dari buku pedoman paska-pentakosta GKJ Joglo [2]Rasid Rachmad dalam makalah seminar tentang Masa Raya Paska dan Pentakosta, Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Jakarta. [3]Kata ‘minggu’ berasal dari Bahasa Portugis, domingo, yang berasal dari Bhs. Latin ‘dies Dominices’, yang berarti ‘hari Tuhan kita’.

Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page