top of page

WARISAN TERBAIK


Joni Eareckson Tada adalah seorang pelukis wanita yang cukup terkenal. Ia terkenal karena 3 hal : Pertama karena lukisannya yang bagus. Ia amat berbakat karena sejak kecil mewarisi bakat ayahnya yang juga seorang pelukis. Kedua, karena ia seorang yang memiliki cacat ganda karena kecelakaan yang dialaminya saat menyelam ketika ia masih remaja. Atas cacatnya itu ia melukis dengan mulutnya, bukan dengan tangannya. Alasan ketiga adalah karena sebagai pelukis ia mempunyai solidaritas amat tinggi sehingga ia menjual lukisan-lukisannya untuk membantu orang-orang cacat agar mereka makin lama makin bisa manidiri.


Ia mengisahkan masa lalu yang melatar belakangi kehidupannya yang amat berkesan itu dan mengatakan bahwa hidupnya bisa sedemikian tegar dan mandiri, karena ia mewarisi 3 hal dari ayahnya. Keahlian dan kemahiran melukis yang dijiwai perasaan seni yang mendalam; keuletan dan semangat hidup yang tinggi yang didasari iman; dan kasih sayang serta solidaritas kepada sesama yang dilakukan dengan nyata.


Ketika ia masih kecil ia sering melihat ayahnya melukis dengan amat rajin dan penuh kesungguhan. Ia “bergelut” dengan kanvas, kuas, kuda-kuda, cat, dan alat-alat melukis lainnya. Namun demikian, dalam konsentrasi dan kesibukannya itu ia sangat peduli dan memberi perhatian kepada anaknya yang masih kecil. Dengan kasih menyapa dan memperhatikan anaknya yang sering diajak mendampinginya di studionya. Ia bahkan sering dengan kasih sayang merangkul, memangku anaknya (Tata) yang masih kecil itu, memegangkan kuas ditangannya, dan dengan genggaman tangannya tangan anaknya dibimbing untuk mengambil bagian dalam lukisan ayahnya. Hari demi hari jiwa dan bakat melukisnya tumbuh dengan amat baik. Di samping itu ayahnya adalah figur yang kuat dan tegar serta bersemangat dalam hidup, dan mengasihi sesama dengan nyata. Secara alami dan pasti ketiga hal itu terwariskan kepada tata kecil.


Ketika memasuki masa remaja, Tata mengalami kecelakaan, dan berakibat cacat ganda. Tapi ayahnya lebih bersemangat lagi untuk mengajarinya melukis dengan mulutnya. Dan lebih dari sekedar melukis, ayahnya mengajarinya melukis untuk suatu missi, yaitu menolong orang lain. Sang ayah sadar, bahwa dengan keahlian, semangat dan kasihnya ia telah membentuk anaknya, mewarisinya dengan warisan terbaik, yang amat berguna ketika anaknya mengalami kesulitan hidup. Dalam keadaan cacat ganda, Tata tidak menjadi beban bagi orang lain, bahkan menjadi teladan dan naungan bagi sesamanya. Memang warisan terbaik yang dapat ditinggalkan seorang ayah kepada anaknya adalah iman teladan yang baik,


KITA BERI APA ANAK-ANAK KITA?

Orang tua sering merasa puas kalau bisa membelikan atau memberi anak-anaknya sesuatu yang menyenangkan mereka. Tapi tahukan Anda bahwa salah satu kebutuhan dasar manusia yang agak sering dilupakan adalah kasih sayang. Manusia tidak hanya butuh makan dan minum, pakaian dan uang, tapi juga rasa dicintai dan mencintai. Dimiliki dan memiliki. Kalau tak punya itu manusia akan “sakit”.


Banyak ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa salah satu penyebab gang-guan emosional, masalah perilaku, dan bahkan gangguan kesehatan phisik adalah ketiadaan kasih sayang, yakni tidak adanya kehangatan, hu-bungan yang akrab dan hangat dalam lingkungan orang-orang dekat baik keluarga atau pekerjaan. Setumpuk data menunjukkan bahwa kenakalan yang serius adalah salah satu crri khas dari anak yang hampir sama sekali merasa tidak mendapat perhatian atau merasakan kasih sayang.


Seorang bayi yang mendapat perawatan phisik yang amat baik, namun tidak merasakan hangatnya kasih sayang, kemungkinan besar akan ber-kembang ke suatu kondisi yang secara medis dikenal sebagai marasmus, suatu istilah yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “merana”. Ia akan merengek, lesu, kurus,dan tidak jarang bahkan meninggal dunia. Ketiadaan afeksi atau kasih sayang, akan berakibat pada perkembangan emosional, dan seringkali juga penderitaan dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Ketiadaan kasih sayang atau afeksi akan menggerogoti kemampuan seorang bayi untuk bertahan hidup, atau setidaknya untuk hidup sehat.


Sebagian besar manusia mengharapkan kasih sayang didapat dari ke-luarga. Selebihnya, adalah persahabatan yang dijalin dengan orang-orang terdekat. Tapi kehidupan masyarakat modern sering mengabaikan hal itu. Manusia tidak lagi mendapatkannya dari keluarga. Tidak juga di tempat kerja. Tak ada lingkungan di mana ia punya orang yang dapat menjadi sahabat. Orang “tak punya siapa-siapa”. ”Lola”, meski punya orang tua. Sepi meski dalam kepadatan manusia dan kesibukan. Jiwanya terasa kosong. Wah!


Seorang ahli pendidikan pernah bertanya : Kalau kita memberi apa-apa kepada anak kita, mana yang kita pikirkan : “Apa yang anak butuhkan” atau “apa yang dia tidak punya”? Ia menggambarkan masyarakat modern, dan mengandaikan orang tua sebagai seorang salesman yang ketika mena-warkan barang dagangannya tidak lagi bertanya : “apa yang sungguh orang butuhkan” tetapi bertanya “apa yang orang belum punya” (meski tidak merupakan kebutuhan). Dalam MPHB kritik indah seperti ini perlu di -dengar. Jangan-jangan yang kita berikan adalah apa yang anak belum punya, bukan apa yang ia butuhkan. Kasih sayang.! Keluarga, tempat pertama dan terutama untuk memberinya.

Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page