MASIH BERMAKNA
Victor Frankl adalah seorang psikiater dan penulis buku laris berjudul “Man’s Searching for Meaning” (Pencarian Makna Hidup). Pada perang dunia II ia ditangkap oleh Nazi dan segala miliknya dirampas. Bukan hanya keluarganya, tapi juga harta, tanah, rumah, bahkan naskah-naskah yang ia tulis dengan tekun selama bertahun-tahun. Meski naskah itu dijahit di mantelnya, tetapi Nazi dapat menemukannya juga.
Victor sangat terpukul dan yang paling ia rasakan adalah kehilangan isteri dan anak-anaknya. Ia tahu orang-orang yang dikasihi itu tidak kuat menghadapi siksaan dan penderitaan yang mereka alami dan akhirnya mati. Dalam perasaan kehilangan segalanya itu, kini ia juga sampai kepada sebuah pertanyaan yang amat mendasar: apakah dalam keadaan seperti ini saya masih memiliki makna hidup? Apakah makna hidup itu? Semua yang saya miliki telah musnah, dan kematian dapat saja menjemput setiap saat.
Beberapa waktu kemudian, Nazi memerintahkan para tahanan untuk menyerahkan juga baju yang mereka pakai. Sebagai gantinya, mereka diberi baju compang-camping yang bekas dipakai tahanan yang baru dieksekusi dalam kamar gas. Ini adalah teknik untuk menghancurkan mental dan pengharapan mereka. Dengan cara itu mereka sungguh mengalami tekanan batin amat berat: tidak lagi memiliki baju, memakai baju compang-camping bekas orang lain yang baru saja dieksekusi mati, dan sepertinya sekaligus menjadi tanda menunggu giliran untuk juga dieksekusi. Mengenakan baju itu terasa benar-benar seperti sudah mati. Mengerikan. Masihkah hidup ini ada artinya?
Namun sesuatu kemudian terjadi. Dari mantel compang-camping yang dikenakannya itu Victor ternyata menemukan sesobek kertas, yang rupanya sebuah doa utama yang biasa digunakan orang Yahudi yang disebut “Shema Yizrael” (“Dengarlah hai Israel” yang isinya : Tuhan, Allah kita adalah Allah yang Esa. Dan kau harus mengasihi Tuhan Allahmu, dengan segenap hati dan segenap jiwa dan segenap kekuatanmu!).
Dalam keadaan yang amat tertekan dan berputus asa itu, ayat dan doa itu telah memberi Victor sebuah semangat dan makna baru, Ternyata ia masih punya Allah yang kepadaNya ia harus mengasihi. Dia tahu juga betapa Allah mengasihinya. Ia menangis, tetapi sesudah itu ia merasakan hadirnya semangat baru untuk tetap bertahan hidup.
Penderitaan sering menghancurkan pengharapan dan semangat hidup sehingga kehidupan tak lagi berarti. Namun dari sudut pandang baru, itu juga dipakai Allah untuk membersihkan mata kita untuk lebih dapat melihat arti sebuah kehidupan. Apakah hari ini hidup Anda juga masih sungguh bermakna? Untuk apa Anda jalani perjuangan hidup Anda? Atau sebenarnya sudah tidak lagi memiliki makna hidup, dan tinggal menunggu “eksekusi”?