top of page

Yang Miskin, Yang Berbahagia


Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang punya Kerajaan Allah. (Lukas 6:20)

Mana bisa? Tidak realistis! Bukankah kemiskinan sulit diidentikkan dengan kebahagiaan? Kita cenderung merohanikan kata ”miskin” di sini sebagai miskin yang bukan karena kekurangan harta benda. Memang dalam Injil Matius dipakai istilah ”miskin di hadapan Allah”, namun Injil Lukas memang memaksudkan “miskin” di sini sebagai miskin secara sosial-ekonomi. Mereka inilah yang disebut berbahagia. Betulkah demikian?


Perikop sebelumnya menunjukkan bahwa para pendengar Yesus adalah kebanyakan orang yang baru disembuhkan dan dipulihkan. Mereka orang kebanyakan, orang kecil, orang tak berlimpah harta benda, rakyat jelata. Yesus menyapa mereka berbahagia dalam arti bahwa mereka itulah sasaran Injil Kerajaan Allah. Mereka, meskipun dalam kemiskinan, diterima, bahkan diindahkan Allah.


Tentu hal ini bukan berarti bahwa orang kaya ditolak dalam Kerajaan Allah. Bukan! Namun, fokus ucapan Yesus di sini adalah orang miskin, bukan orang kaya. Penerimaan kepada orang miskin tidak otomatis berarti penyingkiran orang kaya. Kerajaan Allah tidak diskriminatif. Justru itulah yang semestinya menjadi cermin bagi kita umat Kristen sepanjang zaman. Karena Kerajaan Allah itu tidak diskriminatif dalam semua segi, termasuk segi ekonomi. Marilah kita meneladani-Nya. Orang akan diberkati ketika melihat Kerajaan Allah itu terpancar dalam kehidupan gereja dan umat Kristen yang tidak membeda-bedakan hak orang untuk berbahagia, baik orang miskin maupun orang kaya. Kasih sayang Tuhan tidak mengenal kelas dan status sosial. Kebahagiaan adalah hak semua orang. Berbahagialah orang miskin, karena mereka adalah anggota umat Allah! (Alkitab Bhs. Indonesia Sehari-hari).


Selamat beraktivitas ^-^

Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page