TIDAK PERNAH MERASA KEHILANGAN
Ketika sebuah perang usai, serombongan orang dari sebuah yayasan mengunjungi sebuah rumah sakit yang merawat korban-korban perang. Ada banyak orang yang kehilangan tangan, kaki, atau bagian badan lainnya, dirawat di rumah sakit itu sebagai korban perang. Mereka datang untuk menghibur para korban perang itu. Banyak pasien mengalami stress berat ketika menyadari bagian tubuh seperti kaki, tangan, atau bagian tubuh yang lain hilang atau rusak.
Ketika rombongan itu memasuki sebuah kamar perawatan, terbaringlah seorang muda yang kehilangan satu tangannya di dalam peperangan. Dengan nada mantap, pemimpin rombongan bertanya kepada pasien itu: “Pejuang muda, dimana bagaimana sampai Anda kehilangan satu tangan Anda?”.
Dengan amat tenang orang muda itu balik bertanya: “Kehilangan tangan? Siapa yang kehilangan tangan? Saya tidak kehilangan, saya memberikannya”. Dan rombongan para penghibur yang mau menghibur itupun terkesima. Mereka keliru, sebab pejuang muda itu tidak pernah merasa kehilangan dalam perjuangan, karena memang ia bermaksud memberikan darma bakti dan pengorbanan di medan perang.
Sementara setiap orang yang dirawat merasakan kesedihan yang sering menjadikan mereka frustrasi dan menyebut penderitaan mereka sebagai “kehilangan tangan”, pejuang muda itu memahaminya bukan sebagai suatu kehilangan, karena dalam perjuangan yang dilakukannya, ia memang bertekad memberikan jiwa raganya untuk negara. Dan tangannya yang disebut “hilang” itupun diberikannya untuk negaranya. Jadi ia menjawab : “Kehilangan tangan? Siapa yang kehilangan? Saya tidak pernah kehilangan tangan, Saya memberikannya dengan segala keikhlasan!”.
Jarang sekali orang dapat bersikap sedemikian tulus dan ikhlas dalam pengorbanan sehingga meski ia kehilangan sesuatu yang amat berharga, tetapi demi pengorbanannya ia tidak pernah merasa kehilangan. Ia berikan yang berharga itu dengan segala keikhlasan. Dan rupanya itu pulalah yang membuat banyak orang sulit untuk mengasihi orang lain atau mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, karena mengasihi dan mempersembahkan sering dirasa sebagai sebuah kehilangan yang menyedihkan.
Camkan kata-kata pejuang muda itu:
”Kehilangan? Tidak! Saya tidak pernah merasa kehilangan.
Saya memberikannya dengan tulus ikhlas".