Appreciative Inquiry (AI), Sebagai Perspektif Pembangunan Jemaat (1)
Pembangunan jemaat adalah sebuah pembicaraan yang menarik dalam kancah teologi. Kajian tersebut mengandalkan pendekatan antar disiplin ilmu dalam rangka memikirkan aspek pertumbuhan jemaat. Selama ini pendekatan dan teori pertumbuhan organisasi telah membantu memfasilitasi ilmu ini berkembang. Pendekatan problem solving telah jamak dipraktekkan oleh gereja-gereja dalam rangka memberdayakan jemaatnya. Namun beberapa tahun lalu, J.B. Banawiratma menulis sebuah buku mengenai sebuah paradigma yang menarik terkait dengan pemberdayaan jemaat yakni dengan paradigma Appreciative Inquiry (AI).
Dalam buku tersebut, Prof. J. B. Banawiratma yang juga adalah staf pengajar Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana, menandaskan kritiknya mengenai paradigma problem solving dalam pemberdayaan jemaat. Menurut Banawiratma, paradigma tersebut sangat menguras energi perubahan dari seluruh sistem. Kecenderungannya adalah semakin banyak masalah yang ditemukan, orang-orang menjadi semakin loyo dan kehilangan semangat. Banawiratma kemudian menemukan sebuah sumbangsih dari ilmu manajemen yang diprakarsai oleh David Cooperrider, yang menemukan bahwa justru dengan belajar, menemukan, dan mengapresiasi apa saja yang menghidupkan sistem, justru lebih memberdayakan dibanding dengan pendekatan problem solving.
Pendekatan yang diusulkan oleh Cooperrider itulah yang dinamakan dengan Appreciative Inquiry (AI). Sederhananya, apabila problem solving mendata masalah dalam sebuah organisasi, maka AI terlebih dahulu menggali potensi-potensi yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Operasionalisasi pendekatan AI dilaksanakan melalui empat tahap yakni discovery, dream, design, dan destiny. Keempat tahap tersebut mensistematisasikan perjalanan untuk mencari harapan, mimpi, dan potensi dari setiap organisasi. Pendekatan AI maupun problem solving keduanya sebenarnya hendak menyelesaikan masalah dan memaksimalkan potensi organisasi, namun dibandingkan menghabiskan tenaga untuk mencari masalah atau potensi-potensi masalah, maka AI memulai lebih dahulu dengan mencari ‘amunisi’ (potensi, harapan) untuk menyelesaikan masalah. Pendekatan dalam dunia organisasi ini lantas ‘dikawinkan’ dengan teologi sehingga lahirlah pendekatan pembangunan jemaat dengan metode Appreciative Inquiry (AI). Dalam edisi binawarga yang akan datang kita akan mencoba melihat lebih lanjut pendekatan AI ini dan dampaknya bagi pembangunan jemaat.