top of page

Mengenal Persembahan Persepuluhan (1)


Seringkali kita mendengar konsep persembahan perpuluhan dari sesama saudara seiman. Konsep tersebut terutama diungkapkan oleh saudara-saudara dari denominasi lain. Mereka berkata bahwa persembahan perpuluhan merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh semua orang Kristen, entah karena kita telah diberkati atau agar kita diberkati. Di satu sisi denominasi seperti GKJ,GKI, dan GPIB biasanya kurang familiar dengan istilah/konsep persembahan perpuluhan. Apakah sebenarnya persembahan perpuluhan itu? Apakah merupakan sebuah keharusan? Melalui edisi binawarga yang akan datang kita akan belajar mengenai persembahan perpuluhan.


Istilah ‘persembahan perpuluhan’ sendiri diambil dari Perjanjian Lama dan ayat yang seringkali dijadikan dasar adalah Maleakhi 3: 10 “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” Namun agak lebih baik apabila kita melakukan pendekatan Alkitabiah (bukan berdasarkan ayat-ayat tertentu saja) mengenai persembahan perpuluhan ini. Pendekatan alkitabiah berfokus pada pesan utama keseluruhan Alkitab tentang sebuah subjek (persembahan, misalnya) dan merumuskan sikap kristiani masa kini berdasarkan prinsip-prinsip umum tersebut. Oleh karena itu, kita sungguh-sungguh perlu melihat, bagaimana Alkitab secara keseluruhan berbicara mengenai persembahan, khususnya persepuluhan. Kita mulai dari Perjanjian Lama.


Sebelum munculnya Hukum Taurat dan hukum-hukum turunan yang mengikutinya, catatan mengenai persepuluhan hanya muncul ketika Abraham memberikan sepersepuluh hasil rampasan perangnya kepada Melkisedek (Kej. 14:20, 22) dan ketika Yakub bernazar kepada Tuhan (Kej. 28:22). Tidak ada pengaturan legal sama sekali. Namun kita bisa menduga bahwa jumlah sepersepuluh yang diberikan oleh Abraham kepada Melkisedek dan oleh Yakub kepada Allah memang menjadi tradisi budaya di wilayah Timur Tengah. Selain itu, dalam peristiwa Yakub, ia memberikan persepuluhan kepada Allah sebagai ungkapan syukur dalam konteks perjanjian dengan Allah, bukan sebagai sebuah kewajiban.


Perpuluhan diatur dalam sebuah peraturan legal akan segera kita lihat pada periode setelah munculnya hukum Taurat. Perpuluhan yang adalah budaya/kebiasaan daerah timur tengah kuno dibakukan menjadi sebuah peraturan. Catatan menegenai hal tersebut akan tampak dalam lima Kitab Taurat (Kejadian-Ulangan). Semua hukum-hukum yang tertulis dalam lima kitab tersebut sebenarnya dimaksudkan agar umat percaya terhadap tuntunan Allah sendiri. Termasuk didalamnya peraturan mengenai perpuluhan yang akan kita bahas minggu depan.


Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page