top of page

PENATUA kok TIDAK TUA


Sejak jaman dahulu (bahkan sampai sekarang) kepe-mimpinan dalam masyarakat (khususnya dalam bidang agama) sering dipercayakan kepada orang-orang yang berusia tua (atau lebih tua dari yang lain). Beberapa gelar untuk mereka tampak dalam berbagai masyarakat, yang arti dasarnya adalah “tua” / “orang yang tua”, misalnya : zaqen (Ibrani), gerontes (Homer), presbus (Sparta), senatus (Latin), syeikh (Arab). Sejak Israel berada di Mesir (Kel. 3:16) para tua-tua bangsa Israel sudah berperan sebagai pemimpin, baik dalam bidang sosial, politik maupun keagamaan. Juga ketika mereka telah memasuki Kanaan, di setiap kota ada tua-tua kota yang tampaknya cukup berperan dalam memimpin masyarakat, mengawal tradisi, menegakkan aturan, mengambil keputusan penting, dan menjadi hakim atas masyarakat.


Ketika Jemaat purba tumbuh, sepeninggal para rasul, jemaat-jemaat itu dipimpin oleh dewan penatua sebagai penerus tugas dan kepemimpinan para rasul. Mereka disebut presbyteroi. Mereka bertugas menjadi penilik, memelihara dan menggembalakan jemaat (Yunani, penilik = episkopos, dari sini menjadi uskup). Mereka juga memimpin dan mengatur kehidupan jemaat, seperti halnya sebuah rumah tangga milik Allah, merekalah yang memimpin dan mengatur (oikonomon, pengelola rumah / usaha). Sebagai tua-tua, mereka juga menjaga kemurnian ajaran. Mereka mengajar, mengawasi ajaran, dan mendisiplin anggota jemaat agar hidup sesuai ajaran yang benar. Dalam sejarah gereja, terjadi semacam pembagian tugas, yaitu ada tua-tua yang memerintah dan mengawasi ajaran, ada tua-tua yang mengajarkan ajaran. Yang terakhir ini kemudian disebut pendeta.


Jadi, tua-tua adalah orang yang dipanggil untuk bersama sama diaken dan pendeta memimpin, menggembalakan, menilik, mendisiplin, menolong, mengajar, mengawasi ajaran dan hidup jemaat. Tugasnya demikian berat, sehingga syaratnyapun tidak mudah. Sederet syarat dapat dibaca misalnya dalam I Tim. 3 : 2-7. Apakah mereka harus tua? Ya, tetapi bukan semata-mata dalam hal usia. “Ketuaan” mereka justru terutama dalam senioritas, kualitas, yang menjadikan mereka matang, arif, bijak, dapat dituakan, ber-sikap dan berperilaku pemimpin dan menjadi teladan. Oleh sebab itu dalam bahasa Jawa ada sesepuh, yang biasanya memang sungguh-sungguh sepuh / tua, tetapi juga ada pinisepuh, yaitu orang yang (meskipun belum tua, tetapi ) dituakan, dan memang mampu bersikap dan berperilaku sebagai orang tua dalam arti kualitatif.


Jadi, Penatua (pinisepuh) mboten kedah sepuh, tapi harus bisa nyepuhi. Kalau Tua-tua? Apa tidak harus tua beneran? Ya, namanya juga tua-tua, jadi memang harus tua dan yang penting harus bener-bener temuwa, nyepuhi. Kalau tidak begitu, namanya muda mudi atau “penamuda”.


Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page