BELUM NONTON SIKRUSNYA
Pada abad-abad yang lalu, tontonan sirkus adalah tontonan yang bagi sebagian masyarakat dari beberapa negara merupakan kesempatan langka, atau bahkan belum pernah menontonnya. Bila suatu rombongan sirkus memasuki sebuah negara yang jarang sekali melihat tontonan itu, sudah pasti masyarakat akan sangat antusias untuk menggunakan kesempatan langka itu untuk menonton.
Seorang anak kecil yang tinggal di sebuah desa membaca pengumuman di sekolahnya bahwa sebuah rombongan sirkus akan main di kota terdekat dengan desa dimana ia tinggal. Betapa bahagianya mendengar hal itu, dan ia meminta ijin ayah untuk menontonnya. Meski ayahnya hanya seorang petani miskin, tetapi demi membahagiakan anak, ia berjanji mengijinkan anak-nya untuk menonton. Ia menyiapkan uang tabungan keluarga untuk membayar tiket sirkus yang tidak murah, dan hanya itulah uang yang dimilikinya.
Sabtu dinihari si anak telah berangkat dari desanya yang agak jauh dari kota, berjalan kaki menelusuri bukit-bukit dan menyeberang sungai, menuju kota terdekat, untuk menonton sirkus. Benar saja, sesampai di pinggir kota sudah banyak orang berdatangan dan bergerombol di pinggir jalan menunggu rombongan sirkus yang akan memperkenalkan kehadiran sirkus terkenal di kota itu. Arak-arakan robongan sirkuspun segera lewat. Di depan ada drum band yang mengawali barisan, disusul kemudian dengan beberapa penampilan para pemain sirkus, seperti orang-orang cecol, gadisgadis sirkus, pemain akrobat, kemudian muncullah binatang-binatang sirkus seperti kuda, harimau, monyet, gajah, dsb. Pada akhir barisan muncullah badut-badut sirkus dengan pakaian dan penampilan yang lucu.
Anak desa itu sangat kagum dan puas melihat parade sirkus yang akan main di kota itu. Begitu puasnya, ia memberikan semua uang saku yang diberikan bapaknya, dengan pikiran : begitulah cara membayar tontonan yang dianggapnya menarik itu. Dengan sigap dan berterima kasih badut itu menerima uang dari si anak dan memasukkan uangnya ke dalam kantong celana badut. Anak desa itupun pulang dengan puas, dan kepada bapaknya ia bercerita bahwa ia telah menonton sirkus.
Apa yang terjadi sebenarnya? Betulkah ia sudah menonton sirkus? Ia belum menonton sikus. Ia baru melihat parade dan arak-arakan perkenalannya. Jangan-jangan seperti itu, banyak orang Kristen atau juga orang beragama pada umumnya, yang meski baru melihat awal atau permulaan, atau bagian luar dari gereja dan kehidupan iman, tapi telah merasa begitu puas, dan dengan bangga mengatakan : saya telah mengenal Tuhan dan menjalankan ibadah dan kehidupan iman saya dengan mendalam, padahal ia baru menonton arak-arakannya. Bahkan baru badutnya, belum sirkusnya.