Sejarah GKJ (3)
Cikal bakal keberadaan GKJ yang kita kenal sekarang mula-mula nampak pada adanya gereja-gereja mandiri (bermajelis gereja sendiri) di awal abad 20. Adapun gereja dewasa tersebut ialah Gereja Purworejo (mandiri tahun 1900), Gereja Glonggong-Kebumen (1911), Gereja Gondokusuman-Yogyakarta (1913), Gereja Margoyudan (1916), Gereja Purbalingga (1919).[1] Gereja mandiri ini adalah gereja dengan latar belakang teologis maupun kultural yang berbeda, yang beberapa dasawarsa setelah mereka mandiri, gereja-gereja ini yang kemudian menggabungkan diri dalam klasis, memutuskan untuk mengikatkan diri.
Proses persidangan pertama terjadi di Kebumen 16-17 Februari 1931. Persidangan ini sendiri sebenarnya dimotori pula oleh ZGKN sebagai zending yang bertanggung jawab atas penginjilan di Jawa tengah bagian selatan. Adapun persidangan ini diikuti utusan dari lima klasis yakni klasis Surakarta, klasis Yogyakarta, klasis Purworejo, klasis Purbalingga, klasis Kebumen. Dari dokumen yang tersisa, sekiranya tercatat ada 28 gereja gereformeerd masing-masing mengirim tiga orang utusannya mewakili klasis-klasis itu.[2] Hasil dari sidang pertama ini mencakup tentang tata gereja, pemberlakuan katekismus Heidelberg, pemakaian Masmoer 150 dan Kidung Pasamoewan, pembuatan beberapa pratelan, peceraian, pernikahan guru injil, serta wakil gereja jawa dalam konferensi para pendeta-utusan zending.[3]
Tonggak bersejarah berikutnya ialah penyatuan antara Gereja Kristen di Jawa Tengah Utara dan Gereja-gereja Kristen di Jawa Tengah Selatan. Pemikiran mengenai hal ini sendiri telah dimulai semenjak tahun 1948. Asal usul yang melingkupi kehadiran kedua Sinode berbeda tersebut terjadi setelah badan zending NGZV memutuskan tidak melayani lagi di Indonesia, kemudian ‘daerah kekuasaan’ NGZV diserahkan kepada ZGKN untuk mengasuh Jawa bagian selatan sementara sebuah Zending Jerman bekerja sama dengan gereja di Utrecht (koalisi ini dinamakan Salatiga Zending) menangani pekabaran injil di Jawa bagian utara. Masing-masing tumbuh dalam corak yang berbeda. Peristiwa penyatuan yang bersejarah ini terjadi pada sebuah sidang sinode kesatuan yang terlaksana tanggal 5-6 Juli 1949. Namun tak lama berselang rupanya sebagai Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU) memutuskan untuk kembali memisahkan diri dari penyatuan ini.
[1] Hadi Purnomo dan M. Suprihadi Sastrosupono (Eds), ereja-gereja Kristen Jawa (GKJ): Benih yang Tumbuh dan Berkembang di Tanah Jawa, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1984), 39
[2] Mengenai daftar gereja-gereja gereformeerd mana saja yang mengirimkan utusannya secara lebih terperinci dapat dilihat dalam: S. H. Soektjo, Sejarah Gereja-gereja Kristen Jawa Jilid 1: Di Bawah Bayang-bayang Zending 1858-1948, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2009), 379
[3]S . H. Soektjo, Sejarah Gereja-gereja Kristen Jawa Jilid 1, 382