Yang Terbaik bagi Tuhan
Musa berumur seratus dua puluh tahun, ketika ia mati; matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang.
(Ulangan 34:7)
Jika kita mengikuti kisah Musa hingga akhir, kita akan menemukan bahwa Musa adalah sosok yang kuat. Catatan dalam Kitab Ulangan menunjukkan pada kita bahwa Musa mencapai usia 120 pada saat meninggalnya. Kondisinya prima. Masih dengan penglihatan tajam dan fisik yang bugar. Puncak bukit masih sanggup didakinya. Bukankah ini hal yang luar biasa?
Catatan ayat 7 ini hendak melengkapi penghormatan terhadap sosoknya sebagai pemimpin umat Israel yang kebesarannya tiada tara (ay. 10-12). Artinya, ia besar justru karena dirinya telah melayani Tuhan dengan memberikan tahun-tahun terbaik dari hidupnya hingga akhir. Bukan “sisa-sisa” yang ia berikan kepada Tuhan, melainkan dirinya yang terbaik dan tetap terawat bugar hingga kematian menjemputnya.
Sosok Musa sungguh menantang iman kita! Terutama kita yang gemar bermalas-malasan dan menunda untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan. Sebab, jika terus tertunda, pada gilirannya kita hanya memberi 'sisa' dari yang kita miliki untuk Tuhan. Padahal Tuhan layak menerima yang terbaik dari kita. Masa-masa terbaik kita. Kekuatan yang optimal. Kondisi fisik paling prima.Talenta terbaik. Pendek kata, yang terbaik. Sudahkah yang terbaik kita beri kepada-Nya?
#TimVitji GKJJoglo#