top of page

BERANI BERLAKU JUJUR DI TENGAH KETIDAK JUJURAN


Seorang raja yang sudah tua ingin lengser dan mencari pengganti. Tapi ia ingin agar penggantinya orang yang sungguh-sungguh jujur. Lalu ia membuka sebuah sayembara. Ia mengumpulkan sejumlah besar orang dan kepada mereka masing-masing diberi sebutir biji tanaman sebagai benih untuk ditanam. Sang raja memesan : “Tanamlah benih itu, pelihara baik-baik, dan setahun lagi kalian harus kembali berkumpul di kerajaan dan menunjukkan hasilnya”.



Seorang muda yang jujur, anak seorang janda miskin mengikuti sayembara itu. Ibunya membelikan sebuah pot dan pupuk. Ditanamnyalah biji yang diterima dari sang raja. Seminggu, sebulan, dua bulan, meski terus disiram, dipupuk, biji itu tetap tidak tumbuh. Sementara di tempat lain, anak muda itu melihat dan mendengar bahwa biji yang diterima anak-anak muda lain yang juga mengikuti sayembara sudah tumbuh. Sebagian malah sudah berbunga.


Pada hari yang sudah ditentukan, berkumpullah semua orang yang mengikuti sayembara dengan pot dan pohon masing-masing yang subur-subur. Tetapi si anak jujur itu merasa tidak ingin datang, sebab biji tanamannya tidak tumbuh. Apakah ia harus menghadap raja dengan pot kosong? Ia takut dimarahi raja. Tetapi ibunya tetap mendorong supaya berani: “Nak, datanglah kepada raja dengan segala kejujuranmu. Ibu mengenal bahwa raja kita terkenal amat jujur”. Lalu dengan gundah, datanglah si anak jujur itu menghadap raja dengan pot kosongnya. Di halaman kerajaan hatinya kecut ketika teman-temannya membawa pot dengan tanaman mereka yang subur-subur.


Ketika raja berkenan tampil dan meneliti semua pot dari peserta sayembara, ia sampai kepada si anak jujur itu. Mukanya sangat berseri-seri melihat anak muda itu. Ia bertanya kepada si anak jujur: “Anak muda, di mana pohonmu?” Si anak jujur gemetar dan dengan tunduk ia menjawab : “Ampun raja, kami telah berusaha sekuat tenaga, tetapi biji pemberian raja tetap tidak tumbuh. Sekali lagi kami mohon ampun atas kegagalan hamba” Apa kata sang raja? “Rakyatku, ketahuilah! Biji yang aku berikan kepada semua anak muda peserta sayembara tahun lalu, adalah biji yang sudah direbus. Jadi tidak mungkin dapat tumbuh. Semua peserta ini tidak jujur, kecuali si anak muda ini. Ia benar-benar jujur ketika ia mengatakan bahwa biji pemberianku tidak dapat tumbuh. Dialah yang akan menggantikan aku.


Masyarakat kita butuh pemimpin yang pandai-cerdas, berani dan jujur. Banyak orang pandai dan berani, tapi tidak jujur. Ada yang pandai, jujur, tapi tak punya keberanian. Sementara yang berani dan jujur, tapi tidak cerdas. Panggilan menjadi jujur dan kudus apalagi di tengah ketidak-jujuran memang tidak mudah. Tetapi panggilan itu sebenarnya bukanlah beban tetapi anugerah, yang diberikan kepada anak-anak Tuhan.

Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page