Teologi DOA (2)
Sering muncul pertanyaan di antara orang-orang Kristen mengenai berdoa, diantaranya ialah bagaimanakah sikap yang benar ketika kita berdoa. Secara tradisi kita mengenal bahwa dalam berdoa seorang Kristen harus melipat tangannya dan menutup mata, namun Alkitab sendiri secara definitif tidak menyebut demikian. Petunjuk mengenai bagaimana kita seharusnya berdoa sebenarnya dijelaskan Yesus sendiri ketika Ia mengajarkan Doa Bapa Kami kepada para murid. Matius 6:5-6 berbunyi demikian "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu j yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Kedua hal yang disebutkan Yesus di atas merupakan sebuah kritik yang disampaikan Yesus atas praktik keagamaan saat itu, terkhusus yang dilakukan oleh orang-orang Farisi. Mereka suka menampilkan kesalehan mereka di depan publik agar dipuji orang dan doa yang mereka ucapkan pun dirangkai dengan begitu indahnya sehingga terkesan bertele-tele (Matius 6:7). Orang Faris berdoa bukan karena mereka butuh berdoa dan berkomunikasi dengan Allah, mereka berdoa karena mereka inging memamerkan ‘kesalehan mereka’.
Dari ayat-ayat di atas bahwa doa adalah ekspresi terdalam manusia dalam berelasi dengan Allah Sang Pencipta. Hal terpenting dalam doa ialah ketika kita menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah dan berpasrah diri kepadaNya, hal lainnya bisa melengkapi motivasi kita tersebut. Allah melihat kedalam hati manusia, jadi doa yang ‘indah’ bukanlah doa yang dirangkai dengan kata-kata manis yang indah, atau dilakukan dengan sikap-sikap tertentu melainkan doa yang keluar dari hati yang terdalam serta berasal dari kesungguhan kita untuk berelasi denganNya. Tunjukanlah kerendahan hati kita di hadapanNya karena bukankah sesungguhnya Ia yang menciptakan kita.