top of page

GEREJA “LAMPU BERCAHAYA”


Suatu senja seorang turis berjalan-jalan di pinggiran kota kecil yang indah, yang terletak di antara Saxoni dan Bohemia (antara Jerman–Chekho). Ketika ia mendekati daerah di pinggiran kota itu ia mendengar lonceng gereja yang berbunyi dengan dentangan-dentangan yang sederhana namun indah memanggil jemaat untuk beribadah. Turis itu kemudian melihat sekelompok orang mulai tampak berjalan menuju sebuah gereja mungil yang terletak seperti di atas sebuah bukit kecil dan menghadap sebuah lapangan.


Turis itu memperhatikan bahwa setiap orang sepertinya membawa sesuatu yang kecil, tetapi karena hari agak remang senja, ia tidak dapat memastikan apa yang tiap orang bawa di tangan mereka. Kemudian ia mulai melihat dari jarak yang agak jauh, jendela-jendela gereja mungil itu mulai sedikit demi sedikit memancarkan cahaya kecil. Mula-mula tampak agak lemah, tetapi makin lama makin kuat. Kemudian terdengarlah suara organ, puji-pujian, dan rupanya ibadah yang khidmat dan indahpun berlangsung. Sungguh pemandangan yang amat indah, gereja mungil di atas bukit, memancarkan cahaya dan puji-pujian.


Tak lama kemudian, cahaya gereja itu mulai berpendar dan meredup, tetapi titik-titik cahaya keluar dari gereja itu dan berpencar. Tahulah ia bahwa ternyata kebaktian telah selesai dan tiap warga pulang dengan membawa lampu-lampu dan lilin kecil sehingga cahaya yang tadinya menerangi ruang ibadah, kini keluar dan menerangi ruang terbuka di jalan-jalan mereka. Tidak sangat terang, tetapi cukup jelas dan indah.


Ketika sang turis pulang ke hotel ia bertanya kepada pemilik hotel apa yang sebenarnya terjadi di balik pemandangan indah yang ia lihat senja itu. “Mengapa setiap orang harus membawa lampu kecil ketika mereka menghadiri ibadah itu? Pemilik hotelpun menjelaskan kepadanya tentang riwayat gereja mungil itu.


Hampir di seluruh Eropa, gereja kecil itu terkenal sebagai “Gereja Lampu Bercahaya”. Pada tahun 1550 seorang bangsawan setempat membangun gereja tersebut bagi orang-orang desa dan mempersembahkannya bagi para penduduk setempat tetapi dengan syarat : setiap orang harus membawa lampunya sendiri, karena gereja itu tidak diberi penerangan. Sang pendiri gereja minta agar tiap oranglah yang membawa dan menjadi terang.


Pada waktu ibadah petang dimulai, lampu pendeta menyala lebih dulu, lalu tiap anggota jemaat satu persatu menyalakan lampunya sampai semua menyala. Makin banyak jemaat yang hadir makin terang. Meski terang kecil, tapi kita ini adalah terang dunia. Jadi, bawa dan pancarkan terang itu. Mungkin kita lebih sering menikmati terang, tetapi sering kurang menjadi terang. Bangsawan pendiri gereja itu mengajarkan hal yang Yesus ajarkan. Jadilah penurut-penurut firman.

Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page