Teologi dan Lingkungan Hidup
Pada bulan Oktober tahun 2018, datang berita mengejutkan dari PBB dalam sebuah pertemuan multilateral bertajuk Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antar pemerintah Tentang Perubahan Iklim memperingatkan bahwa hanya tersisa 12 tahun—sampai tahun 2030—untuk mencegah terjadinya iklim ekstrem akibat pemanasan global dengan maksimum kenaikan suhu 1,5 derajat celsius. Dalam waktu yang kurang lebih bersamaan di Wakatobi ditemukan seekor paus terdampar dengan 5,9 sampah plastik di perutnya. Dua peristiwa diatas adalah sedikit dari sekian peristiwa yang menandakan bahwa bumi yang kita diami sekarang sejatinya tidak sedang baik-baik saja.
Namun anehnya data-data tersebut seolah-olah menjadi penanda kosong yang tak memberi dampak apapun bagi manusia. Konsumsi bahan bakar minyak tetap tinggi, pembalakan hutan secara berlebih masih saja terjadi, limbah plastik masih menjadi masalah utama, semakin banyak satwa terancam punah, dan berbagai persoalan lainnya. Bumi adalah satu-satunya rumah bagi kita, maka sudah semestinya manusia melakukan segala daya dan upaya untuk menjaganya.
Upaya menjaga bumi adalah tugas setiap manusia tidak peduli suku, agama, budaya, dan kebangsaan mereka. Orang-orang Kristen dengan demikian punya tugas untuk turut melestarikan alam ini. Bersyukurlah bahwa dalam beberapa tahun ke belakang para teolog dan pemimpin gereja telah menggarisbawahi isu krisis ekologi ini dan melakukan tindak nyata untuk menanggulanginya. Salah satunya dengan mereformasi pengajaran kristiani agar lebih peka terhadap isu tersebut karena dari pengajaran itulah timbul pola pikir baru untuk turut melestarikan alam.
Beberapa edisi binawarga yang akan datang akan membahas reformasi pengajaran tersebut. Dalam ilmu Teologi kajian tersebut dikenal dengan istilah eco-theology (padana dua kata ekologi dan teologi). Pada edisi mendatang kita akan melihat bahwa beberapa ilmuwan telah menuduh kekristenan terlalu acuh terhadap isu-isu lingkungan. Apakah isu itu benar? Bagaimanakah para pemikir-pemikir Kristen berupaya untuk menjawabnya?