top of page

IMAN DAN ETOS KERJA


Adakah hubungan antara iman dengan kerja?. Adakah seorang yang beriman dengan baik tetapi dalam kesehariannya ia malas bekerja dan memiliki etos kerja yang buruk?


Ketika Petrus dan kawan-kawan mengerti bahwa Yesus disalib, mati dan dikuburkan, mereka mengalami krisis. Di dalam keadaan itu mereka mencoba untuk kembali bergiat ke dalam pekerjaan lama sebagai nelayan Namun pekerjaan yang mereka lakukan menjadi tak bermakna. Semalam suntuk mereka bekerja dan sama sekali tak mendatangkan hasil. Petrus dan kawan-kawannya sampai waktu itu belum memasuki suasana dan semangat kebangkitan. Karena itu Yesus memerlukan untuk mendatangi mereka “di tempat di mana mereka sedang bekerja” dan membangkitkan iman mereka dan sesudah mengalami pembaharuan oleh kebangkitan itu, etos dan semangat kerja mereka pulih kembali bahkan menjadi lebih baik


Manusia diciptakan agar mendapat karunia untuk berkarya dan memulia-kan nama-Nya. Namun karena dosa, kerja telah berubah dari sukacita menjadi jerih payah. Berkat dan karunia, menjadi beban. Oleh sebab itu kerja kemudian menjadi begitu berat membebani hidup manusia, dan bahkan kehilangan nilainya. Kadang kerja telah menjadikan manusia budak.


Dalam keselamatan, kerja memperoleh tempatnya dan menjadi alat berkat. Sejak semula kekristenan menghukum kemalasan, termasuk kemalasan atas nama agama. Calvyn, tokoh reformasi, bahkan telah mengajar pengikutnya untuk mewujudkan iman Kristen dalam etos kerja yang tekun, bersemangat, jujur, effisien dan berkualitas, sebagai tanda-tanda iman. Itulah yang disebut Etika Protesta. Melalui perbuatan baik mereka, mereka menyaksikan karya dan kegiatan illahi yang berkarya dalam diri dan pekerjaan dan diukurmereka. Kesungguhan iman seseorang akhirnya juga dibuktikan dengan kualitas karya atau pekerjaannya.


Ketika Yesus mengajarkan tentang kedatanganNya kembali dan bagaimana para murid harus menyikapinya, Yesus juga menggambarkannya dengan hamba yang baik dan setia, yang senantiasa mengenakan ikat pinggangnya dan pelitanya tetap menyala. Menanti bukan dengan menunggu dan melalaikan tanggung jawabnya tetapi dengan tetap dalam kesiapan dan kerajinan dan ketekunan bekerja.


Rajin dan tekun bekerja bukan hanya anjuran, tetapi telah menjadi tanda iman. Kepada jemaat di Tessalonika, Paulus mengajarkan kehidupan yang rajin dan mandiri: “Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu, sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka.

Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page