top of page

Sejarah GKJ (2)


Memahami sejarah GKJ adalah pemaknaan mengenai pergulatan wacana yang tumbuh di seputaran keberadaan pengaruh Sadrach dan pola pewartaan kekristenannya yang khas Jawa dengan keberadaan Zending/ lembaga misi dan pola pewartaan gaya kekristenan Eropa yang seringkali bersikap antipati terhadap budaya. Pergulatan tersebut pernah meruncing di suatu masa dan menghasilkan keputusan bahwa Sadrach tidak boleh lagi terlibat dalam pewartaan kabar baik. Zending memutuskan bahwa penginjilan Sadrach tidak diakui bahkan dituduh sebagai sesat akibat upaya-upaya kontekstualisasi yang ia lakukan.


Memang harus diakui bahwa tidak semua orang-orang zending bersikap demikian, Ada Wilhelm dari zending NZGV yang bersedia ketika diminta Sadrach menjadi pendeta jemaat di karangjasa. Wilhelm dan Sadrach berkolaborasi untuk memelihara jemaat. Sadrach dengan kejawaannya dan Wilhelm dengan pengetahuan teologi serta tradisi-tradisi kekristenan yang lebih umum. Keduanya menjadi simbol kerjasama yang seharusnya menjadi pupuk yang subur akan tumbuhnya jemaat kristen yang sekaligus sungguh-sungguh orang Jawa. Wilhelm menerjemahkan banyak dokumen bahasa belanda ke dalam bahasa Jawa, seperti katekismus Heidelberg, tata gereja Gereeformed, pengakuan iman Belgia, dan sebagainya. Relasi keduanya harus diakui sebagai yang tak lazim, dan oleh karenanya Wilhelm pun menerima pengucilan dari teman sebangsanya.


Seberhasil apapun Sadrach menginjili pada akhirnya memang Sadrach bukanlah seorang Pendeta. Konflik yang terus meruncing dengan Zending membuatnya semakin jauh dengan Zending. Wacana bagi Sadrach untuk dipendetakan dan mengelola jemaat mandiri semakin memudar. Pada titik inilah Sadrach mendeklarasikan dirinya dan jemaat asuhannya sebagai Golongane Wong Kristen Mardika. Mereka adalah orang-orang Kristen yang merdeka dan lepas dari pengaruh siapapun. Pada tahun 1892 jemaat ini telah tersebar di beberapa daerah Jawa dan memiliki jemaat berjumlah 6374.


Meskipun mendaku sebagai orang-orang merdeka, toh pada akhirnya Sadrach memutuskan untuk berafiliasi dengan Gereja Kerasulan Baru. Gereja ini bersedia untuk mengangkat Sadrach sebagai “Rasul”, yakni sebutan bagi pemuka agama/Pendeta di gereja tersebut. Hingga kepergiannya pada 14 November 1924, Sadrach tercatat tetap berafiliasi dengan Gereja Kerasulan Baru tersebut. Satu kekurangan Sadrach ialah ia kurang berhasil mencetak pemimpin-pemimpin penerusnya. Gerakan Sadrach adalah gerakan berdasar pada pemimpin karismatis, ketika Sang Pemimpin tiada maka berakhir pula gerakan yang dihasilkannya.


Sepeninggal Sadrach jemaat-jemaat yang diasuhnya mengalami kegamangan bahkan mengalami penurunan jumlah. Sebagian kecil jemaat Sadrach tetap memutuskan menjadi Gereja Kerasulan Baru, dan sebagian besar lainnya diambil pengasuhannya oleh Zending. Gereja-gereja yang diasuh Zending inilah yang kemudian menamakan diri sebagai Gereja Kristen Jawa.

Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page