Sejarah GKJ (2)
Gereja yang mula-mula mengkhususkan keberadaannya di Jawa Tengah bagian Utara dan Selatan tersebut, ternyata berkembang melebihi bayangan dari para inisiator Sinode ini. GKJ mulai menampakkan bibitnya di tanah Batavia, sebuah ‘tanah terjanji’ bagi para penduduk Hindia Belanda. Tanah yang menjadi pengharapan akan hadirnya hidup yang lebih baik. Pengharapan inilah yang mendorong orang-orang Jawa untuk datang ke Batavia (Jakarta), dan dari antara mereka hadir pula orang-orang Jawa Kristen. Pada medio 1930-an hingga awal tahun 40-an masih sulit untuk mencari gereja berbahasa melayu yang setidaknya sedikit dimengerti oleh orang-orang Jawa itu, disana-sini yang banyak ditemukan adalah gereja-gereja berbahasa Belanda ataupun Tionghoa. Dari antara gereja yang berbahasa melayu tersebut, hadirlah Gereformeerde Kerk Kwitang (sekarang GKI Kwitang) dan gereja Rehoboth yang ada di Meester Cornelis/Jatinegara (sekarang GKP Jatinegara). Kedua gereja inilah yang menjadi tonggak persekutuan orang-orang Jawa di Batavia dan yang merupakan cikal bakal GKJ di Jakarta.
Didorong oleh sebuah kerinduan untuk beribadah dalam bahasa Jawa, muncullah ide untuk mengadakan persekutuan bahasa Jawa yang bertempat secara bergantian di rumah-rumah. Persekutuan ini berkembang pesat dan rumah warga tidak lagi jadi tempat yang memadai. Persekutuan orang Kristen Jawa di Jakarta ini mulai berpindah-pindah mencari tempat yang lebih memadai. Tersebutlah Christelijke frobel School (Taman Kanak- Kanak Kristen) di Vliegveldlaan (Jalan Garuda), pindah ke Hogere Theologische School (H.T.S., Sekolah Tinggi Teologi) di jalan proklamasi sebagai tempat bersekutu komunitas tersebut.Ibadah yang pada mulanya diadakan dua kali setiap bulan kini diadakan setiap minggu bahkan ‘terpaksa’ harus mengundang Ds. (Pendeta) K. Tjokrosiswondo dari Bandung untuk melayani ibadah sebulan sekali.
Hasrat untuk menjadi gereja mandiri terlepas dari induk masing-masing tumbuh semakin kuat. Demi mewujudkan impian ini Majelis Jemaat Gereformeerde Kerk, Kwitang, memanggil seorang tenaga gereja lulusan Sekolah Teologia Yogyakarta, Basoeki Probowinoto, untuk melayani secara khusus jemaat berbahasa jawa yang dinaungi Gereformeerde Kerk. Pertumbuhan yang semakin positif yang ditunjukkan oleh Jemaat berbahasa Jawa ini semakin memantapkan langkah menuju kemandirian. Perpecahan antar jemaat berbahasa jawa yang berasal dari dua aliran gereja berbeda (Gereformeerde Kwitang dan Gereja Rehoboth Jatinegara) juga dapat diatasi. Singkat cerita persekutuan ini didewasakan menjadi Gereja Kristen Jawa di Jakarta pada tanggal 28 Januari 1943 bersamaan dengan ditahbiskannya Basoeki Probowinoto sebagai Pendeta pertama gereja ini. Kini gereja tersebut bertumbuh menjadi GKJ Jakarta atau dahulu lebih dikenal dengan nama “GKJ Rawamangun”. Pendirian GKJ pertama di Jakarta ini di kemudian hari meretas jalan bagi hadirnya GKJ di Jakarta bahkan hingga ke Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Salah satu gereja yang lahir dari rentang sejarah yang panjang ini adalah GKJ JOGLO.